Judul tersebut saya pilih belakangan, setelah hampir tidak lagi dapat mengungkapkan dengan kata-kata apa yang telah dilakukan oleh Nadiem Anwar Makarim setelah diangkat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang belakangan bahkan otoritasnya diperluas dengan ditambahkannya Riset dan Teknologi menjadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Mari kita lihat salahsatu program unggulannya untuk tingkat pendidikan tinggi yang disebut Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). MBKM ini terdiri dari 2 (dua) komponen utama yaitu Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka. Merdeka Belajar memberi kebebasan dan otonomi kepada lembaga pendidikan dan merdeka dari birokratisasi, dosen dibebaskan dari birokrasi yang berbelit serta mahasiswa diberikan kebebasan untuk memilih bidang yang mereka sukai. Sedangkan Kampus Merdeka pada dasarnya adalah sebuah konsep yang memberi mahasiswa kemerdekaan belajar di perguruan tinggi.
Konsep ini menjadi sebuah lanjutan dari sebuah konsep yang sebelumnya, yaitu merdeka belajar. Dari MBKM kita melihat munculnya gairah mahasiswa untuk memanfaatkan, karena di situ tersedia dana untuk menjalankannya. Mengutip Nadiem, tahun ini (2022) ditargetkan 150 ribu mahasiswa yang dapat memanfaatkan program tersebut. Dengan jumlah mahasiswa sekitar 9,5 juta dan dosen lebih dari 300 ribu orang, yang tersebar pada 40 ribu lebih program studi di 4562 perguruan tinggi menurut data yang tercatat pada Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDPT), maka tentu dampak yang dirasakan bagi para peserta didik secara kuantitas tidak terlalu signifikan.
Membangun sistem pendidikan memang bukan pekerjaan sistem kebut semalam yang mudah, karena perlu pemahaman filosofis pendidikan yang komprehensif dan mendalam untuk dapat menterjemahkan kemudian menjalankan amanat UUD 45 khususnya pasal 31 (Bab XIII) yang mengatur tentang Pendidikan dan Kebudayaan.
Alih-alih mendengarkan suara dan masukan para pemangku kepentingan, ternyata Menteri Nadiem lebih memilih untuk mendengar dan menggunakan 400 orang staf bayangan seperti yang disampaikannya dalam rangkaian United Nations Transforming Education Summit di Markas Besar PBB itu. Hal ini sangat menyimpang dari kelaziman untuk itu perlu segera dilakukan audit baik secara administrasi, organisasi dan keuangan.
Menteri Nadiem adalah salah-seorang pejabat negara yang ketika diangkat presiden telah disumpah yang berbunyi: Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan setia kepada Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya, demi darma bakti saya kepada bangsa dan negara. Bahwa saya dalam menjalankan tugas jabatan akan menjunjung tinggi etika jabatan, bekerja dengan sebaik-baiknya dengan penuh rasa tanggung jawab, begitu bunyi sumpah jabatan Nadiem di hadapan Presiden Jokowi.
Ketika dengan gagahnya Menteri Nadiem mengatakan di PPB bahwa dia didukung oleh 400 orang yang di antaranya setingkat direktur jenderal di luar sistem organisasi kementerian yang dipimpinnya, maka sangat logis ketika masyarakat luas mulai bertanya-tanya apakah ini sebuah langkah memprivatisasi Kemendikbudristek atau lebih jauh, dia sedang membuat sebuah start-up baru lagi di dalam sistem pendidikan negeri ini?
Berikutnya tentang draft Rancangan Undang-undang Sisdiknas yang menghebohkan itu. Dalam sebuah wawancara Nadiem mengatakan bahwa UU ini dimaksudkan untuk membantu para guru yang sampai saat ini terkendala untuk mendapatkan tunjangan sertifikasi profesi guru sehingga dengan UU ini maka tunjangan tersebut akan langsung didapatkan tanpa menunggu proses sertifikasi yang akan memakan waktu.
Apakah benar demikian? Mungkin juga benar demikian, namun ada yang sangat fundamental akan berubah yaitu bahwa guru dan dosen yang selama ini diatur dengan UU no 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, akan mengalami terpecah menjadi dua.
Bagi para guru dan dosen negeri akan digunakan UU ASN dan bagi guru dan dosen swasta akan mengikuti UU Ketenagakerjaan. Implikasinya para pahlawan tanda jasa ini, khususnya yang swasta akan tidak lagi dianggap sebagai tenaga profesional namun sama seperti tenaga kerja biasa, pegawai dan buruh.
Saya tidak paham bagaimana caranya secara operasional Nadiem dan 400 tim bayangannya akan memperlakukan para dosen yang berkewajiban untuk melaksanakan tridharma perguruan tingginya masing-masing. Sebagai pegawai, pekerja atau buruh tentu mereka akan punya jam kerja dan sebagai lazimnya pekerja yang lain mereka hanya akan bekerja di jam kerja yang 40 jam per minggu itu. Di luar jam kerja mereka akan klaim kerja lembur. Maka menilai tugas, kuis, ujian, melakukan penelitian, pengabdian, semuanya harus dalam jam kerja yang 40 jam per minggu tersebut.
Maka imingiming Menteri Nadiem bahwa guru akan mendapat tunjangan tanpa sertifikasi ini akan merupakan bayaran yang teramat sangat murah untuk menjual profesi guru dan dosen sebagai pendidik profesional seperti yang termaktub dalam UU tentang Guru dan Dosen no 14 tahun 2005. Di sisi lain dengan memecah guru dan dosen ASN dan guru dan dosen swasta akan membuat mereka terpecah.
Bagi guru dan dosen ASN yang mempergunakan UU ASN mungkin akan terasa bernasib lebih baik dibandingkan para guru dan dosen swasta yang mempergunakan UU Ketenagakerjaan. Efek lanjutannya kemungkinan guru dan dosen akan terpecah, ada yang pro dan ada yang kontra, maka hal ini mirip dengan politik divide et impera di zaman kolonial.
Akhirnya di tengah riuh rendahnya RUU Sisdiknas, saya mengimbau Menteri Nadiem untuk dapat mendengar, menyimak dan mempertimbangkan suara rakyat pemangku kepentingan sistem pendidikan di negeri ini.
Mari segera lakukan rekonsiliasi secara musyawarah untuk mufakat, sesuai nilai luhur bangsa kita, demi kepentingan dunia pendidikan di tanah air tercinta ini, atau kita berjalan bersimpang arah yang akan membawa resultannya ke kuadran ketiga dalam sumbu kartesius menghasilkan nilai x dan y yang sama-sama negatif.
*Profesor Erry Yulian T. Adesta adalah Wakil Rektor (Perencanaan & Kerjasama) Universitas Indo Global Mandiri/ Adjunct Professor (Kulliyyah of Engineering) International Islamic University Malaysia. Tulisan ini merupakan opini pribadi yang bersangkutan.